RUU Perubahan Cuti Melahirkan vs UU Tenaga Kerja: Mana yang Lebih Berpihak pada Perempuan?

Kantor Pengacara/Advokat Dan Konsultan Hukum Budi Darmadi, S.H., M.H & Associates > Blog > Uncategorized > RUU Perubahan Cuti Melahirkan vs UU Tenaga Kerja: Mana yang Lebih Berpihak pada Perempuan?

Kabar gembira bagi wanita Indonesia lantaran saat ini DPR RI tengah gencar membahas Rancangan Undang-undang Kebijakan Cuti Melahirkan. Jika sebelumnya, buruh/pekerja perempuan berhak mendapatkan masa istirahat 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan/bidan, kini masa tersebut tengah diusahakan untuk bisa diperpanjang. RUU KIA Terbaru bahkan merumuskan bahwa setiap pekerja wanita berhak mendapatkan masa istirahat pasca melahirkan sedikitnya 6 bulan. Diharapkan, masa 6 bulan ini bisa dimanfaatkan pekerja wanita untuk beristirahat, beradaptasi dan memberikan asi eksklusif kepada sang buah hati.

Tidak hanya bertambahnya masa cuti, RUU KIA juga menyebutkan bahwa setiap perusahaan dilarang untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan alasan pekerja perempuan hamil/melahirkan/gugur kandungan/menyusui bayinya. Aturan ini juga telah dicantumkan dalam UU Ketenagakerjaan Pasal 153 ayat 1e. Selama masa cuti berlangsung, pekerja wanita juga berhak untuk mendapatkan gaji pokok penuh yang telah tertuang dalam Pasal 84 UU Ketenagakerjaan.

Bukan hanya isapan jempol belaka, Rancangan RUU KIA kini telah masuk dalam tahap harmonisasi setelah mendapatkan persetujuan dari Badan Legislasi pada 31 Maret silam. Kabar gembiranya, rancangan UU KIA ini juga telah mendapatkan persetujuan oleh 7 Fraksi DPR RI. Selanjutnya, rancangan ini akan di bawa ke Rapat Paripurna sebelum akhirnya disahkan dan disosialisasikan ke Publik.

RUU KIA terbaru menyatakan bahwa pekerja wanita yang melahirkan berhak memperoleh masa istirahat selama 6 bulan, terhitung 1,5 bulan sebelum dan 4,5 bulan setelah masa melahirkan, berdasarkan perhitungan dokter kandungan/bidan. Aturan ini tertuang dalam Pasal 5 Ayat 2 RUU KIA yang nantinya akan diproses kembali melalui Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia.

Tidak hanya bagi pekerja perempuan, RUU KIA rencananya juga akan menyasar para pekerja laki-laki atau suami yang mendampingi istri melahirkan. Jika sebelumnya masa cuti diberikan selama 2-3 hari, maka RUU KIA terbaru diharapkan mampu memberikan kelonggaran para bapak/suami untuk bisa lebih lama menemani ibu melahirkan dan merawat bayinya. Tentunya, dengan tetap mendapatkan hak penuh atas upah dan tunjanganya.

Melihat perbandingan RUU KIA terbaru dan UU Ketenagakerjaan yang lama, rupanya masyarakat Indonesia patut untuk mengapresiasi para anggota dewan. Kebijakan RUU KIA terbaru banyak mengangkat isu-isu kesehatan, kesejahteraan serta perlindungan terhadap pekerja wanita. Dengan bertambahnya masa cuti bagi pekerja wanita, tentu akan memberikan mereka lebih banyak ruang untuk beristirahat dan beradaptasi dengan kondisi baru mereka. Diharapkan, masa 6 bulan ini membantu mereka merasa lebih baik, bahagia dan semangat untuk kembali bekerja.

Tidak hanya itu, RUU KIA terbaru juga berusaha menselaraskan peran pengasuhan anak antara suami dan istri. Jika selama ini budaya patriarki kerap kali membawa wanita sebagai korban atas kewajiban dan tugas domestik rumah tangga, maka RUU KIA terbaru bisa menjadi angin segar yang bisa menyadarkan masyarakat bahwa tanggung jawab atas tugas domestik rumah tangga adalah kewajiban kedua belah pihak, baik lelaki maupun wanita.

Serba Serbi Aturan Cuti Melahirkan di Berbagai Belahan Dunia

Cuti melahirkan nyatanya tidak hanya ada di Indonesia. Hampir seluruh negara di dunia, memiliki regulasi peraturan tersendiri terkait masa istirahat bagi pekerja perempuan. Sebut saja Swedia, yang memberikan kelonggaran cuti melahirkan selama 480 hari dengan gaji dibayarkan hingga mencapai 80%. Bahkan, suami yang mendampingi persalinan istri juga mendapatkan cuti selama 3 bulan dengan pembayaran upah tetap dari perusahaan.

India juga telah memberikan masa istirahat bagi pekerja perempuan yang melahirkan selama 6 bulan lebih 2 minggu bagi dua momen kelahiran pertama, dan 3 bulan bagi momen kelahiran ketiga dan seterusnya.

Tentu, kebijakan cuti melahirkan tidak bisa di sama ratakan dengan negara-negara lain di dunia. Setiap negara tentu memiliki pertimbangan tersendiri berdasarkan kebutuhan hubungan industrial dengan tetap mengutamakan kesejahteraan pekerjanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

WhatsApp chat